Entri Populer

Jumat, 11 Maret 2011

jenis-jenis Injeksi

Injeksi

I. Pendahuluan

Salah satu bentuk sediaan steril adalah injeksi. Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakan alat suntik.
Suatu sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini unik yang diinjeksikan atau disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke dalam kompartemen tubuh yang paling dalam. Sediaan parenteral memasuki pertahanan tubuh yang memiliki efesiensi tinggi yaitu kulit dan membran mukosa sehingga sediaan parenteral harus bebas dari kontaminasi mikroba dan bahan-bahan beracun dan juga harus memiliki kemurnian yang dapat diterima.
Aminofilin diindikasikan untuk asma bronkial dan untuk bronkospasme reversible yang berhubungan dengan bronkhitis kronik dan emfisema. Obat-obat xantin terutama teofilin dan bahan-bahan yang berhubungan dengan teofilin merupakan bronkodilator yang paling banyak digunakan untuk bronkospasme reversibel sedang atau berat. Juga memperbaiki pertukaran pernafasan dengan peningkatan kontraktilitas diafragma.

II. Defenisi
Injeksi atau parenteral adalah sediaan farmasetis steril berupa larutan, emulsi, suspensi, atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir atau menembus suatu atau lebih lapisan kulit atau membran mukosa menggunakan alat suntik.


III. Rute-rute Injeksi

1. Parenteral Volume Kecil
a. Intradermal
Istilah intradermal (ID) berasal dari kata "intra" yang berarti lipis dan "dermis" yang berarti sensitif, lapisan pembuluh darah dalam kulit. Ketika sisi anatominya mempunyai derajat pembuluh darah tinggi, pembuluh darah betul-betul kecil. Makanya penyerapan dari injeksi disini lambat dan dibatasi dengan efek sistemik yang dapat dibandingkan karena absorpsinya terbatas, maka penggunaannya biasa untuk aksi lokal dalam kulit untuk obat yang sensitif atau untuk menentukan sensitivitas terhadap mikroorganisme.
b.Intramuskular
Istilah intramuskular (IM) digunakan untuk injeksi ke dalam obat. Rute intramuskular menyiapkan kecepatan aksi onset sedikit lebih normal daripada rute intravena, tetapi lebih besar daripada rute subkutan.
c. Intravena
Istilah intravena (IV) berarti injeksi ke dalam vena. Ketika tidak ada absorpsi, puncak konsentrasi dalam darah terjadi dengan segera, dan efek yang diinginkan dari obat diperoleh hampir sekejap.
d.Subkutan
Subkutan (SC) atau injeksi hipodermik diberikan di bawah kulit. Parenteral diberikan dengan rute ini mempunyai perbandingan aksi onset lambat dengan absorpsi sedikit daripada yang diberikan dengan IV atau IM.
e. Rute intra-arterial; disuntikkan langsung ke dalam arteri, digunakan untuk rute intravena ketika aksi segera diinginkan dalam daerah perifer tubuh.
f. Intrakardial; disuntikkan langsung ke dalam jantung, digunakan ketika kehidupan terancam dalam keadaan darurat seperti gagal jantung.
g. Intraserebral; injeksi ke dalam serebrum, digunakan khusus untuk aksi lokal sebagaimana penggunaan fenol dalam pengobatan trigeminal neuroligia.
h. Intraspinal; injeksi ke dalam kanal spinal menghasilkan konsentrasi tinggi dari obat dalam daerah lokal. Untuk pengobatan penyakit neoplastik seperti leukemia.
i. Intraperitoneal dan intrapleural ; Merupakan rute yang digunakan untuk pemberian berupa vaksin rabies. Rute ini juga digunakan untuk pemberian larutan dialisis ginjal.
j. Intra-artikular
Injeksi yang digunakan untuk memasukkan bahan-bahan seperti obat antiinflamasi secara langsung ke dalam sendi yang rusak atau teriritasi.
k.Intrasisternal dan peridual ; Injeksi ke dalam sisterna intracranial dan durameter pada urat spinal. Keduanya merupakan cara yang sulit dilakukan, dengan keadaan kritis untuk injeksi.
l. Intrakutan (i.c)
Injeksi yang dimasukkan secara langsung ke dalam epidermis di bawah stratum corneum. Rute ini digunakan untuk memberi volume kecil (0,1-0,5 ml) bahan-bahan diagnostik atau vaksin.
m. Intratekal
Larutan yang digunakan untuk menginduksi spinal atau anestesi lumbar oleh larutan injeksi ke dalam ruang subarachnoid. Cairan serebrospinal biasanya diam pada mulanya untuk mencegah peningkatan volume cairan dan pengaruh tekanan dalam serabut saraf spinal. Volume 1-2 ml biasa digunakan. Berat jenis dari larutan dapat diatur untuk membuat anestesi untuk bergerak atau turun dalam kanal spinal, sesuai keadaan tubuh pasien.
2. Parenteral Volume Besar
Untuk pemberian larutan volume besar, hanya rute intravena dan subkutan yang secara normal digunakan.
a. Intravena
Keuntungan rute ini adalah (1) jenis-jenis cairan yang disuntikkan lebih banyak dan bahkan bahan tambahan banyak digunakan IV daripada melalui SC, (2) cairan volume besar dapat disuntikkan relatif lebih cepat; (3) efek sistemik dapat segera dicapai; (4) level darah dari obat yang terus-menerus disiapkan, dan (5) kebangkitan secara langsung untuk membuka vena untuk pemberian obat rutin dan menggunakan dalam situasi darurat disiapkan.
Kerugiannya adalah meliputi : (1) gangguan kardiovaskuler dan pulmonar dari peningkatan volume cairan dalam sistem sirkulasi mengikuti pemberian cepat volume cairan dalam jumlah besar; (2) perkembangan potensial trombophlebitis; (3) kemungkinan infeksi lokal atau sistemik dari kontaminasi larutan atau teknik injeksi septik, dan (4) pembatasan cairan berair.
b.Subkutan
Penyuntikan subkutan (hipodermolisis) menyiapkan sebuah alternatif ketika rute intravena tidak dapat digunakan. Cairan volume besar secara relatif dapat digunakan tetapi injeksi harus diberikan secara lambat. Dibandingkan dengan rute intravena, absorpsinya lebih lambat, lebih nyeri dan tidak menyenangkan, jenis cairan yang digunakan lebih kecil (biasanya dibatasi untuk larutan isotonis) dan lebih terbatas zat tambahannya.

PEMBAHASAN
Obat yang masuk ke dalam tubuh harus melalui proses absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi. Setelah mengalami absorpsi dan distribusi, obat disalurkan dalam sel dengan melalui reseptor obat. Adanya perbedaan kerja reseptor dapat mempengaruhi metabolisme obat.

Pemeriksaan kadar SGOT dan SGPT dalam darah berfungsi sebagai indikator berbagai penyakit. Pada intinya, enzim-enzim tersebut (oksaloasetat dan piruvat transaminase) sulit masuk ke jaringan, sehingga tertimbun di dalam peredaran darah.

Ikterus terjadi akibat paduan terapi berbagai obat TB primer. INH mempunyai efek samping ikterus. Rifampicin dapat menimbulkan ikterus apabila dikombinasikan dengan INH yang bersifat agak hepatotoksis, walaupun jarang terjadi. Sedangkan etambutol mempunyai efek nonterapi yang diperkuat oleh INH dan piridoksin. Pirazinamid dapat menimbulkan gangguan hati. Secara umum, semua obat TB primer efektif dalam mengahambat bakteri TB, namun bersifat hepatotoksis.

Penatalaksanaan pasien yang mengalami efek nonterapi (efek samping), sebaiknya dimulai dengan menangani efek samping tersebut. Obat yang digunakan mungkin dapat digantikan dengan obat lain yang sejenis. Untuk pirazinamid, jika terbukti terjadi kerusakan hati, maka harus dihentikan penggunaannya. Kedua efek (efek terapi dan efek nonterapi) masing-masing harus dipertimbangkan. Jika memang manfaat (keuntungannya) lebih banyak dibandingkan kerugiannya, maka terapi dapat diteruskan. Pengobatan dapat diteruskan dengan memperhitungkan toksisitas hati dan efek terapi.





IV. Keuntungan injeksi
1. Respon fisiologis yang cepat dapat dicapai segera bila diperlukan, yang menjadi pertimbangan utama dalam kondisi klinik seperti gagal jantung, asma, shok.
2. Terapi parenteral diperlukan untukobat-obat yang tidak efektif secara oral atau yang dapat dirusak oleh saluran pencernaan, seperti insulin, hormon dan antibiotik.
3. Obat-obat untuk pasien yang tidak kooperatif, mual atau tidak sadar harus diberikan secara injeksi.
4. Bila memungkinkan, terapi parenteral memberikan kontrol obat dari ahli karena pasien harus kembali untuk pengobatan selanjutnya. Juga dalam beberapa kasus, pasien tidak dapat menerima obat secara oral.
5. Penggunaan parenteral dapat menghasilkan efek lokal untuk obat bila diinginkan seperti pada gigi dan anestesi.
6. Dalam kasus simana dinginkan aksi obat yang diperpanjang, bentuk parenteral tersedia, termasuk injeksi steroid periode panjang secara intra-artikular dan penggunaan penisilin periode panjang secara i.m.
7. Terapi parenteral dapat memperbaiki kerusakan serius pada keseimbangan cairan dan elektrolit.
8. Bila makanan tidak dapat diberikan melalui mulut, nutrisi total diharapkan dapat dipenuhi melalui rute parenteral.
9. Aksi obat biasanya lebih cepat.
10. Seluruh dosis obat digunakan.
11. Beberapa obat, seperti insulin dan heparin, secara lengkap tidak aktif ketika diberikan secara oral, dan harus diberikan secara parenteral.
12. Beberapa obat mengiritasi ketika diberikan secara oral, tetapi dapat ditoleransi ketika diberikan secara intravena, misalnya larutan kuat dektrosa.
13. Jika pasien dalam keadaan hidrasi atau shok, pemberian intravena dapat menyelamatkan hidupnya.
V. Kerugian Injeksi
1. Bentuk sediaan harus diberikan oleh orang yang terlatih dan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pemberian rute lain.
2. Pada pemberian parenteral dibutuhkan ketelitian yang cukup untuk pengerjaan secara aseptik dari beberapa rasa sakit tidak dapat dihindari.
3. Obat yang diberikan secara parenteral menjadi sulit untuk mengembalikan efek fisiologisnya.
4. Yang terakhir, karena pada pemberian dan pengemasan, bentuk sediaan parenteral lebih mahal dibandingkan metode rute yang lain.
5. Beberapa rasa sakit dapat terjadi seringkali tidak disukai oleh pasien, terutama bila sulit untuk mendapatkan vena yang cocok untuk pemakaian i.v.
6. Dalam beberapa kasus, dokter dan perawat dibutuhkan untuk mengatur dosis.
7. Sekali digunakan, obat dengan segera menuju ke organ targetnya. Jika pasien hipersensitivitas terhadap obat atau overdosis setelah penggunaan, efeknya sulit untuk dikembalikan lagi.
8. Pemberian beberapa bahan melalui kulit membutuhkan perhatian sebab udara atau mikroorganisme dapat masuk ke dalam tubuh. Efek sampingnya dapat berupa reaksi phlebitis, pada bagian yang diinjeksikan.

VI. Komposisi Injeksi
1. Bahan aktif
2. Bahan tambahan
a. Antioksidan : Garam-garam sulfurdioksida, termasuk bisulfit, metasulfit dan sulfit adalah yang paling umum digunakan sebagai antioksidan. Selain itu digunakan :Asam askorbat, Sistein, Monotiogliseril, Tokoferol.
b. Bahan antimikroba atau pengawet : Benzalkonium klorida, Benzil alcohol, Klorobutanol, Metakreosol, Timerosol, Butil p-hidroksibenzoat, Metil p-hidroksibenzoat, Propil p-hidroksibenzoat, Fenol.
c. Buffer : Asetat, Sitrat, Fosfat.
d. Bahan pengkhelat : Garam etilendiamintetraasetat (EDTA).
e. Gas inert : Nitrogen dan Argon.
f. Bahan penambah kelarutan (Kosolven) : Etil alcohol, Gliserin, Polietilen glikol, Propilen glikol, Lecithin
g. Surfaktan : Polioksietilen dan Sorbitan monooleat.
h. Bahan pengisotonis : Dekstrosa dan NaCl
i. Bahan pelindung : Dekstrosa, Laktosa, Maltosa dan Albumin serum manusia.
j. Bahan penyerbuk : Laktosa, Manitol, Sorbitol, Gliserin.
3. Pembawa
a. Pembawa air
b. Pembawa nonair dan campuran
o Minyak nabati : Minyak jagung, Minyak biji kapas, Minyak kacang, Minyak wijen
o Pelarut bercampur air : Gliserin, Etil alcohol, Propilen glikol, Polietilenglikol 300.
VII. Syarat-syarat Injeksi
1. Bebas dari mikroorganisme, steril atau dibuat dari bahan-bahan steril di bawah kondisi yang kurang akan adanya kombinasi mikroorganisme (proses aseptik).
2. Bahan-bahan bebas dari endotoksin bakteri dan bahan pirogenik lainnya.
3. Bahan-bahan yang bebas dari bahan asing dari luar yang tidak larut.
4. Sterilitas
5. Bebas dari bahan partikulat
6. Bebas dari Pirogen
7. Kestabilan
8. Injeksi sedapat mungkin isotonis dengan darah.
VIII. Wadah Injeksi
Ada dua tipe utama wadah untuk injeksi yaitu dosis tunggal dan dosis ganda. Wadah dosis tunggal yang paling sering digunakan adalah ampul dimana kisaran ukurannya dari 1-100 ml. pada kasus tertentu, wadah dosis ganda dan sebagainya berupa vial serum atau botol serum. Kapasitas vial serum 1-50 ml, bentuknya mirip ampul tetapi disegel dengan pemanasan. Ditutup dengan penutup karet spiral. Botol serum juga dapat sebagai botol tipe army dengan kisaran ukuran dari 75-100 ml dan memiliki mulut yang lebar dimana ditutup dengan penutup karet spiral. Labu atau tutup yang lebih besar mengandung 250-2000 ml, digunakan untuk cairan parenteral yang besar seperti NaCl isotonis.
1. Gelas
Gelas digunakan untuk sediaan parenteral dikelompokkan dalam tipe I, Tipe II, dan Tipe III (tabel 8). Tipe I adalah mempunyai derajat yang paling tinggi, disusun hampir ekslusif dan barosilikat (silikon dioksida), membuatnya resisten secara kimia terhadap kondisi asam dan basa yang ekstrim. Gelas tipe I, meskipun paling mahal, ini lebih disukai untuk produk terbanyak yang digunakan untuk pengemasan beberapa parenteral. Gelas tipe II adalah gelas soda-lime (dibuat dengan natrium sulfit atau sulfida untuk menetralisasi permukaan alkalinoksida), sebaliknya gelas tipe III tidak dibuat dari gelas soda lime. Gelas tipe II dan III digunakan untuk serbuk kering dan sediaan parenteral larutan berminyak. Tipe II dapat digunakan untuk produk dengan pH di bawah 7,0 sebaik sediaan asam dan netral. USP XXII memberikan uji untuk tipe-tipe gelas berbeda.
Formulator harus mengetahuidan sadar bahwa masing-masing tipe gelas adalah berbeda dan level bahan tambahannya (boron, sodium, potassium, kalsium, besi, dan magnesium) yang berefek terhadap sifat kimia dan fisika. Oleh karena itu, formulator sebaiknya mempunyai semua informasi yang diperlukan dari pembuatan gelas untuk memastikan bahwa formulasi gelas adalah konsisten dan dari batch dan spesifikasi bahan tambahan adalah konsisten ditemukan.







Gelas untuk parenteral volume kecil – Tabel 8
Tipe Definisi Umum Test USP Batas
Ukuran (ml) ml 0,02 N asam
I Paling resisten, gelas borosilikat Gelas serbuk Semua 1,0
II Gelas dibuat dari soda lime Attack water 100 atau kurang
lebih 100 0,7
0,2
III Gelas soda lime Gelas serbuk Semua 8,5
IV Gelas soda lime-tujuan umum Gelas serbuk Semua 15,0


Wadah gelas ambar digunakan untuk produk yang sensitif terhadap cahaya. Warna ambar dihasilkan dengan penambahan besi dan mangan oksida untuk formulasi gelas. Namun demikian, dapat leach ke dalam formulasi dan mempercepat reaksi oksidasi.
2. Karet
Formulasi karet digunakan dalam sediaan parenteral volume kecil untuk penutup vial dan catridge dan penutup untuk pembedahan. Formulasi ini betul-betul kompleks. Tidak hanya mereka mengandung basis polimer karet, tetapi juga banyak bahan tambahan seperti bahan pelunak, pelunak, vulkanishing, pewarna, aktivator dan percepatan, dan antioksidan. Banyak bahan-bahan tambahan ini tidak dikarakteristikkan untuk isi atau pemurnian dan dapat bersumber dari masalah degradasi fisika dan kimia dalam produk parenteral. Seperti gelas, formulator harus bekerja dengan tertutup dengan pembuat karet untuk memilih formulasi karet yang tepat dengan spesifikasi tetap dan karakteristik untuk mempertahankan kestabilan produk.
Paling banyak polimer karet digunakan dalam penutup sediaan parenteral volume kecil adalah alami dan butil karet dengan silikon dan karet neopren digunakan jarang. Butil karet lebih disukai karena ini diinginkan sedikit bahan tambahan, mempunyai penyerapan uap air rendah (oleh karena itu, baik untuk serbuk kering steril sensitif terhadap kelembaban) dan sifat sederhana dengan penghormatan penyerapan gas dan reaktivitas dengan produk farmasetik.
Masalah dengan penutup karet termasuk leaching bahan ke dalam produk, penyerapan bahan aktif atau pengawet antimikroba oleh elastomer dan coring karet oleh pengulangan insersi benang. Coring menghasilkan partikel karet yang berefek terhadap kualitas dan keamanan potensial produk.
Silikonisasi penutp karet adalah umum dilakukan untuk memfasilitasi pergerakan karet melalui peralatan sepanjang proses dan peletakan ke dalam vial. Akan tetapi, silikon tidak bercampur dengan obat hidrofilik, khususnya protein. Kontak yang luar biasa dengan karet tersilikonisasi dapat menghasilkan agregasi protein. Pembuatan elastomer mempunyai perkembangan formulasi yang tidak menginginkan penggunaan silikon untuk menggunakan dalam operasi produksi kecepatan tinggi.
3. Plastik
Pengemasan plastik adalah sangat penting untuk bentuk sediaan mata yang diberikan oleh botol plastic fleksibel, orang yang bersangkutan memeras untuk mengeluarkan tetesan larutan steril, suspensi atau gel. Wadah plastic parenteral volume kecil lain dari produk mata menjadi lebih luas dipakai karena pemeliharaan harga, eliminasi kerusakan gelas dari kenyamanan penggunaan. Seperti formulasi karet, formulasi plastik dapat berinteraksi dengan produk, menyebabkan masalah fisika dan kimia. Formulasi plastik adalah sedikit. Kompleks daripada karet dan cenderung mempunyai potensial lebih rendah untuk bahannya. Paling umum digunakan plastik polimer untuk sediaan mata adalah polietilen densitas rendah. Untuk sediaan parenteral volume kecil yang lain, formulasi polyolefin lebih luas digunakan sebaik polivinil klorida, polipropilen, poliamida (nilon), polikarbonat dan kopolimer (seperti etilen-vinil asetat).
Tabel 9- Komponen karet Dapat Diautoklaf Digunakan Dalam
Sediaan Parenteral Volume Kecil
Tipe Bahan Tambahan Penyerapan Uap Air Reaksi Potensial Dengan Produk
Butil Sederhana Rendah Sederhana
Natural Tinggi Sederhana Tinggi
Neupren Tinggi Sederhana Tinggi
Polisopren Tinggi Sederhana Sederhana
Silikon Sederhana Sangat tinggi Rendah
4. Container / wadah
Tipe wadah yang paling umum digunakan untuk sediaan parenteral volume kecil adalah gelas atau vial polietilen dengan penutup karet dan besi. Gelas ampul digunakan paling banyak untuk sistem pengemasan parenteral volume kecil, tetapi jarang digunakan sekarang karena masalah aprtikel gelas ketika leher ampul dibuka. Masing-masing pembedahan dan wadah catridge mempunyai peningkatan popularitas dan penggunaan karena kenyamanan mereka dibandingkan vial dan ampul. Vial dan ampul menginginkan kemunduran produk dari kemasan. Injeksi, sebaliknya produk-produk dalam pembedahan dan catridge adalah siap untuk diberikan. Keduanya digunakan untuk parenteral volume besar (LVP).
Wadah plastik digunakan untuk penggunaan produk mata. Salep dengan tube logam digunakan untuk kemasan salep mata steril.


IX. Cara Penyegelan Ampul
Ampul dapat ditutup dengan melelehkan bagian gelas dari leher ampul sehingga membentuk segel penutup atau segel tarik. Segel penutup dibuat dengan melelehkan sebagian gelas pada bagian atas leher ampul bulatan gelas dan menutup bagian yang terbuka. Segel tarik dibuat dengan memanaskan leher dari suatu ampul yang berputar di daerah ujungnya kemudian menarik ujungnya hingga membentuk kapiler kecil yang dapat diputar sebelum bagian yang meleleh tersebut ditutup.
X. Cara Pengisian Ampul.
Untuk pengisian ampul, jarum hipodermik panjang adalah penting karena lubangnya kecil. Jarum harus dimasukkan ke dalam ampul sampai di bawah. Leher ampul, tetapi tidak cukup jauh untuk masuk ke dalam larutan yang dimasukkan ke dalam ampul. Jarum harus dikeluarkan dari ampul tanpa menggunakan tetes larutan pada dinding primer dari leher ampul. Metode ini digunakan untuk mencegah pengurangan dan pengotoran jika ampul disegel.









KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Obat dalam tubuh mengalami proses absorpsi (A), distribusi (D), metabolisme/biotransformasi (M), dan ekskresi (E).
2. Ikterus merupakan efek samping yang timbul dari penggunaan paduan obat TB primer yang digunakan dalam terapi.
3. Faktor farmakogenetik, farmakokinetik, makanan dan minuman, keadaan penyakit, dan kontak dengan senyawa kimia tertentu mempengaruhi perbedaan respon tubuh terhadap kerja obat
4. Pada dasarnya obat TB primer yang digunakan sangat efektif menghambat bakteri TB, namun bersifat hepatotoksis, sehingga penggunaannya harus didasarkan pada kondisi penderita.
B. Saran
Tidak semua terapi obat harus dihentikan, mungkin yang perlu dihentikan hanya pirazinamid, dan mungkin dapat diberikan obat pengganti pirazinamid. Penatalaksanaannya dapat berupa penanganan efek samping, dan mempertimbangkan keadaan penderita. Sehingga terapi mendatangkan keuntungan yang lebih besar daripada kerugiannya.










DAFTAR PUSTAKA

1. Ditjen POM, (1979), Farmakope Indonesia, Edisi III, Depkes RI, Jakarta.
2. Ditjen POM, (1995), Farmakope Indonesia, Edisi IV, Depkes RI, Jakarta.
3. Parrot, L.E., (1971), Pharmaceutical Technology Fundamental Pharmaceutics, Burgess Publishing Co, USA.
4. Jenkins, G.L., (1969), Scoville's:The Art of Compounding, Burgess Publishing Co, USA.
5. Gennaro, A.R., (1998), Remington's Pharmaceutical Science, 18th Edition, Marck Publishing Co, Easton.
6. Tjay, T.H., (2000), Obat-obat Penting, Edisi V, Depkes RI, Jakarta.
7. Ganiswara, S.B., (1995), Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, Bagian Farmakologi FKUI, Jakarta.
8. Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC.
9. Ganiswara, Sulistia G. Setiabudi, Rianto. Suyatna, Frans D. Purwantyastuti. Nafrialdi. 2001. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta: FKUI.
10. Widianto, Mathilda B. 1985. Bagaimana Pengaruh Tubuh Terhadap Obat. Bandung: Cermin Dunia Kedokteran.

‘’KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT”

‘’KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT”
1.Konsep Dasar
1.1 Pengertian

Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh
tetap sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah
merupakan salah satu bagian dari fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan
dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh.
Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air ( pelarut) dan zat tertentu (zat
terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel
bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan
elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan
intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan
dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan
elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit
saling bergantung satu dengan yang lainnya; jika salah satu terganggu maka akan
berpengaruh pada yang lainnya.
Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu : cairan intraseluler dan
cairan ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan yang berda di dalam sel di
seluruh tubuh, sedangkan cairan akstraseluler adalah cairan yang berada di luar
sel dan terdiri dari tiga kelompok yaitu : cairan intravaskuler (plasma), cairan
interstitial dan cairan transeluler. Cairan intravaskuler (plasma) adalah cairan di
dalam sistem vaskuler, cairan intersitial adalah cairan yang terletak diantara sel,
sedangkan cairan traseluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan
serebrospinal, cairan intraokuler, dan sekresi saluran cerna.





1.2 Proportion Of Body Fluid
Prosentase dari total cairan tubuh bervariasi sesuai dengan individu dan
tergantung beberapa hal antara lain :
a.Umur
b.Kondisi lemak tubuh
c.Sex
Perhatikan Uraian berikut ini :
No. Umur Prosentase
1. Bayi (baru lahir) 75 %
2. Dewasa :
a.Pria (20-40 tahun) 60 %
b.Wanita (20-40 tahun) 50 %
3. Usia Lanjut 45-50 %
Pada orang dewasa kira-kira 40 % baerat badannya atau 2/3 dari TBW-nya
berada di dalam sel (cairan intraseluler/ICF), sisanya atau 1/3 dari TBW atau 20
% dari berat badannya berada di luar sel (ekstraseluler) yaig terbagi dalam 15 %
cairan interstitial, 5 % cairan intavaskuler dan 1-2 % transeluler.
1.3 Elektrolit Utama Tubuh Manusia
Zat terlarut yang ada dalam cairan tubuh terdiri dari elektrolit dan nonelektrolit.
Non elektrolit adalah zat terlarut yang tidak terurai dalam larutan dan tidak
bermuatan listrik, seperti : protein, urea, glukosa, oksigen, karbon dioksida dan
asam-asam organik. Sedangkan elektrolit tubuh mencakup natrium (Na+),
kalium (K+), Kalsium (Ca++), magnesium (Mg++), Klorida (Cl-), bikarbonat
(HCO3-), fosfat (HPO42-), sulfat (SO42-).
Konsenterasi elektrolit dalam cairan tubuh bervariasi pada satu bagian dengan
bagian yang lainnya, tetapi meskipun konsenterasi ion pada tiap-tiap bagian
berbeda, hukum netralitas listrik menyatakan bahwa jumlah muatan-muatan
negatif harus sama dengan jumlah muatan-muatan positif.

Komposisi dari elektrolit-elektrolit tubuh baik pada intarseluler maupun pada
plasma terinci dalam tabel di bawah ini :
No. Elektrolit Ekstraseluler Intraseluler
Plasma Interstitial
1. Kation :
• Natrium (Na+) 144,0 mEq 137,0 mEq 10 mEq
• Kalium (K+) 5,0 mEq 4,7 mEq 141 mEq
• Kalsium (Ca++) 2,5 mEq 2,4 mEq 0
• Magnesium (Mg ++) 1,5 mEq 1,4 mEq 31 mEq
2. Anion :
• Klorida (Cl-) 107,0 mEq 112,7 mEq 4 mEq
• Bikarbonat (HCO3-) 27,0 mEq 28,3 mEq 10 mEq
• Fosfat (HPO42-) 2,0 mEq 2,0 mEq 11 mEq
• Sulfat (SO42-) 0,5 mEq 0,5 mEq 1 mEq
• Protein 1,2 mEq 0,2 mEq 4 mEq
a. Kation :
• Sodium (Na+) :
- Kation berlebih di ruang ekstraseluler
- Sodium penyeimbang cairan di ruang eesktraseluler
- Sodium adalah komunikasi antara nerves dan musculus
- Membantu proses keseimbangan asam-basa dengan menukar ion hidrigen pada
ion sodium
di tubulus ginjal : ion hidrogen di ekresikan
- Sumber : snack, kue, rempah-rempah, daging panggang.
• Potassium (K+) :
- Kation berlebih di ruang intraseluler
- Menjaga keseimbangan kalium di ruang intrasel
- Mengatur kontrasi (polarissasi dan repolarisasi) dari muscle dan nerves.


- Sumber : Pisang, alpokad, jeruk, tomat, dan kismis.
• Calcium (Ca++) :
- Membentuk garam bersama dengan fosfat, carbonat, flouride di dalam tulang
dan gigi untuk membuatnya keras dan kuat
- Meningkatkan fungsi syaraf dan muscle
- Meningkatkan efektifitas proses pembekuan darah dengan proses pengaktifan
protrombin dan trombin
- Sumber : susu dengan kalsium tinggi, ikan dengan tulang, sayuran, dll.
b.Anion :
• Chloride (Cl -) :
- Kadar berlebih di ruang ekstrasel
- Membantu proses keseimbangan natrium
- Komponen utama dari sekresi kelenjar gaster
- Sumber : garam dapur
• Bicarbonat (HCO3 -) :
Bagian dari bicarbonat buffer sistem
- Bereaksi dengan asam kuat untuk membentuk asam karbonat dan suasana
garam untuk
menurunkan PH.
• Fosfat ( H2PO4- dan HPO42-) :
- Bagian dari fosfat buffer system
- Berfungsi untuk menjadi energi pad metabolisme sel
- Bersama dengan ion kalsium meningkatkan kekuatan dan kekerasan tulang
- Masuk dalam struktur genetik yaitu : DNA dan RNA.
1.4 Perpindahan Cairan dan Elektrolit Tubuh
Perpindahan cairan dan elektrolit tubuh terjadi dalam tiga fase yaitu :



a.Fase I :
Plasma darah pindah dari seluruh tubuh ke dalam sistem sirkulasi, dan nutrisi
dan oksigen diambil dari paru-paru dan tractus gastrointestinal.
b.Fase II :
Cairan interstitial dengan komponennya pindah dari darah kapiler dan sel
c.Fase III :
Cairan dan substansi yang ada di dalamnya berpindah dari cairan interstitial
masuk ke dalam sel.
Pembuluh darah kapiler dan membran sel yang merupakan membran
semipermiabel mampu memfilter tidak semua substansi dan komponen dalam
cairan tubuh ikut berpindah. Metode perpindahan dari cairan dan elektrolit
tubuh dengan cara :
• Diffusi
• Filtrasi
• Osmosis
• Aktiv Transport
Diffusi dan osmosis adalah mekanisme transportasi pasif. Hampir semua zat
berpindah dengan mekanisme transportasi pasif. Diffusi sederhana adalah
perpindahan partikel-partikel dalam segala arah melalui larutan atau gas.
Beberapa faktor yang mempengaruhi mudah tidaknya difusi zat terlarut
menembus membran kapiler dan sel yaitu :
• Permebelitas membran kapiler dan sel
• Konsenterasi
• Potensial listrik
• Perbedaan tekanan.
Osmosis adalah proses difusi dari air yang disebabkan oleh perbedaan
konsentrasi. Difusi air terjadi pada daerah dengan konsenterasi zat terlarut yang
rendah ke daerah dengan konsenterasi zat terlarut yang tinggi.
Perpindahan zat terlarut melalui sebuah membrane sel yang melawan perbedaan


konsentrasi dan atau muatan listrik disebut transportasi aktif. Transportasi aktif
berbeda dengan transportasi pasif karena memerlukan energi dalam bentuk
adenosin trifosfat (ATP). Salah satu contonya adalah transportasi pompa kalium
dan natrium.
Natrium tidak berperan penting dalam perpindahan air di dalam bagian plasma
dan bagian cairan interstisial karena konsentrasi natrium hampir sama pada
kedua bagian itu. Distribusi air dalam kedua bagian itu diatur oleh tekanan
hidrostatik yang dihasilkan oleh darah kapiler, terutama akibat oleh pemompaan
oleh jantung dan tekanan osmotik koloid yang terutama disebabkan oleh
albumin serum. Proses perpindahan cairan dari kapiler ke ruang interstisial
disebut ultrafilterisasi. Contoh lain proses filterisasi adalah pada glomerolus
ginjal.
Meskipun keadaan di atas merupakan proses pertukaran dan pergantian yang
terus menerus namun komposisi dan volume cairan relatif stabil, suatu keadaan
yang disebut keseimbangan dinamis atau homeostatis.
1.5 Regulating Body Fluid Volumes
Di dalam tubuh seorang yang sehat volume cairan tubuh dan komponen kimia
dari cairan tubuh selalu berada dalam kondisi dan batas yang nyaman. Dalam
kondisi normal intake cairan sesuai dengan kehilangan cairan tubuh yang terjadi.
Kondisi sakit dapat menyebabkan gangguan pada keseimbangan cairan dan
elektrolit tubuh. Dalam rangka mempertahankan fungsi tubuh maka tubuh akan
kehilanagn caiaran antara lain melalui proses penguapan ekspirasi, penguapan
kulit, ginjal (urine), ekresi pada proses metabolisme.
a. Intake Cairan :
Selama aktifitas dan temperatur yang sedang seorang dewasa minum kira-lira
1500 ml per hari, sedangkan kebutuhan cairan tubuh kira-kira 2500 ml per hari
sehingga kekurangan sekitar 1000 ml per hari diperoleh dari makanan, dan
oksidasi selama proses metabolisme.Berikut adalah kebutuhan intake cairan
yang diperlukan berdasarkan umur dan berat badan, perhatikan tabel di bawah

ni :
No. Umur Berat Badan (kg) Kebutuhan Cairan (mL/24 Jam).
1. 3 hari 3,0 250-300
2 1 tahun 9,5 1150-1300
3. 2 tahun 11,8 1350-1500
4. 6 tahun 20,0 1800-2000
5. 10 tahun 28,7 2000-2500
6. 14 tahun 45,0 2200-2700
7. 18 tahun(adult) 54,0 2200-2700
Pengatur utama intake cairan adalah melalui mekanisme haus. Pusat haus
dikendalikan berada di otak Sedangakan rangsangan haus berasal dari kondisi
dehidrasi intraseluler, sekresi angiotensin II sebagai respon dari penurunan
tekanan darah, perdarahan yang mengakibatkan penurunan volume darah.
Perasaan kering di mulut biasanya terjadi bersama dengan sensasi haus walupun
kadang terjadi secara sendiri. Sensasi haus akan segera hilang setelah minum
sebelum proses absorbsi oleh tractus gastrointestinal.
b.Output Cairan :
Kehilangan caiaran tubuh melalui empat rute (proses) yaitu :
a.Urine :
Proses pembentukan urine oleh ginjal dan ekresi melalui tractus urinarius
merupakan proses output cairan tubuh yang utama. Dalam kondisi normal
output urine sekitar 1400-1500 ml per 24 jam, atau sekitar 30-50 ml per jam.
Pada orang dewasa. Pada orang yang sehat kemungkinan produksi urine
bervariasi dalam setiap harinya, bila aktivitas kelenjar keringat meningkat maka
produksi urine akan menurun sebagai upaya tetap mempertahankan
keseimbangan dalam tubuh.
b.IWL (Insesible Water Loss) :
IWL terjadi melalui paru-paru dan kulit, Melalui kulit dengan mekanisme difusi.
Pada orang dewasa normal kehilangan cairan tubuh melalui proses ini adalah


berkisar 300-400 mL per hari, tapi bila proses respirasi atau suhu tubuh
meningkat maka IWL dapat meningkat.
c.Keringat :
Berkeringat terjadi sebagai respon terhadap kondisi tubuh yang panas, respon ini
berasal dari anterior hypotalamus, sedangkan impulsnya ditransfer melalui
sumsum tulang belakang yang dirangsang oleh susunan syaraf simpatis pada
kulit.
d.Feces :
Pengeluaran air melalui feces berkisar antara 100-200 mL per hari, yang diatur
melalui mekanisme reabsorbsi di dalam mukosa usus besar (kolon).
1.6 Faktor yang Berpengaruh pada Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Faktor-faktor yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
antara lain :
a.Umur :
Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia akan
berpengaruh pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan berat badan. Infant
dan anak-anak lebih mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan
dibanding usia dewasa. Pada usia lanjut sering terjadi gangguan keseimbangan
cairan dikarenakan gangguan fungsi ginjal atau jantung.
b.Iklim :
Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban udaranya
rendah memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit melalui
keringat. Sedangkan seseorang yang beraktifitas di lingkungan yang panas dapat
kehilangan cairan sampai dengan 5 L per hari.
c.Diet :
Diet seseorag berpengaruh terhadap intake cairan dan elktrolit. Ketika intake
nutrisi tidak adekuat maka tubuh akan membakar protein dan lemak sehingga
akan serum albumin dan cadangan protein akan menurun padahal keduanya
sangat diperlukan dalam proses keseimbangan cairan sehingga hal ini akan
menyebabkan edema.

d.Stress :
Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan pemecahan
glykogen otot. Mrekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan retensi air
sehingga bila berkepanjangan dapat meningkatkan volume darah.
e.Kondisi Sakit :
Kondisi sakit sangat b3erpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan
elektrolit tubuh Misalnya :
- Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui IWL.
- Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses regulator
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
- Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan
pemenuhan intake
cairan karena kehilangan kemampuan untuk memenuhinya secara mandiri.
f.Tindakan Medis :
Banyak tindakan medis yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan
elektrolit tubuh seperti : suction, nasogastric tube dan lain-lain.
g.Pengobatan :
Pengobatan seperti pemberian deuretik, laksative dapat berpengaruh pada
kondisi cairan dan elektrolit tubuh.
h.Pembedahan :
Pasien dengan tindakan pembedahan memiliki resiko tinggi mengalami
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, dikarenakan kehilangan
darah selama pembedahan.
1.7 Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit Tubuh
Tiga kategori umum yang menjelaskan abnormalitas cairan tibuh adalah :
• Volume
• Osmolalitas
• Komposisi

Ketidakseimbangan volume terutama mempengaruhi cairan ekstraseluler (ECF) dan menyangkut kehilangan atau bertambahnya natrium dan air dalam jumlah yang relatif sama, sehingga berakibat pada kekurangan atau kelebihan volume ekstraseluler (ECF).
Ketidakseimbangan osmotik terutama mempengaruhi cairan intraseluler (ICF)
dan menyangkut bertambahnya atau kehilangan natrium dan air dalam jumlah
yang relatif tidak seimbang. Gangguan osmotik umumnya berkaitan dengan
hiponatremia dan hipernatremia sehingga nilai natrium serum penting untuk
mengenali keadaan ini.
Kadar dari kebanyakan ion di dalam ruang ekstraseluler dapat berubah tanpa disertai perubahan yang jelas dari jumlah total dari partikel-partikel yang aktif secara osmotik sehingga mengakibatkan perubahan komposisional.
a. Ketidakseimbangan Volume
• kurangan Volume Cairan Ekstraseluler (ECF)
Kekurangan volume ECF atau hipovolemia didefinisikan sebagai kehilangan
cairan tubuh isotonik, yang disertai kehilangan natrium dan air dalam jumlah
yang relatif sama. Kekurangan volume isotonik sering kali diistilahkan dehidrasi
yang seharusnya dipakai untuk kondisi kehilangan air murni yang relatif
mengakibatkan hipernatremia.
- airan Isotonis adalah cairan yang konsentrasi/kepekatannya sama dengan
cairan
tubuh, contohnya : larutan NaCl 0,9 %, Larutan Ringer Lactate (RL).
- Cairan hipertonis adalah cairan yang konsentrasi zat terlarut/kepekatannya
melebihi cairan tubuh, contohnya Larutan dextrose 5 % dalam NaCl normal,
Dextrose
5% dalam RL, Dextrose 5 % dalam NaCl 0,45%.
- Cairan Hipotonis adalah cairan yang konsentrasi zat terlarut/kepekataannya
kurang
dari cairan tubuh, contohnya : larutan Glukosa 2,5 %., NaCl.0,45 %, NaCl 0,33 %.
Kelebihan Volume ECF :
Kelebihan cairan ekstraseluler dapat terjadi bila natrium dan air kedua-duanya
tertahan dengan proporsi yang kira- kira sama.Dengan terkumpulnya cairan
isotonik yang berlebihan pada ECF (hipervolumia) maka cairan akan berpindah
ke kompartement cairan interstitial sehingga mnyebabkan edema. Edema adalah
penunpukan cairan interstisial yang berlebihan. Edema dapat terlokalisir atau
generalisata.
b.Ketidakseimbangan Osmolalitas dan perubahan komposisional
Ketidakseimbangan osmolalitas melibatkan kadar zat terlarut dalam cairan-
cairan tubuh. Karena natrium merupakan zat terlarut utama yang aktif secara
osmotik dalam ECF maka kebanyakan kasus hipoosmolalitas (overhidrasi)
adalah hiponatremia yaitu rendahnya kadar natrium di dalam plasma dan
hipernatremia yaitu tingginya kadar natrium di dalam plasma. Pahami juga
perubahan komposisional di bawah ini :
• Hipokalemia adalah keadaan dimana kadar kalium serum kurang dari 3,5
mEq/L.
• Hiperkalemia adalah keadaan dimana kadar kalium serum lebih dari atau sama
dengan
5,5 mEq/L.
• Hiperkalemia akut adalah keadaan gawat medik yang perlu segera dikenali, dan
ditangani untuk menghindari disritmia dan gagal jantung yang fatal.
2. Proses Keperawatan
2.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan secara umum pada pasien dengan gangguan atau resiko
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit meliputi :
• Kaji riwayat kesehatan dan kepearawatan untuk identifikasi penyebab
gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit
• Kaji manifestasi klinik melalui :

- Timbang berat badan klien setiap hari
- Monitor vital sign
- Kaji intake output
• Lakukan pemeriksaan fisik meliputi :
- Kaji turgor kulit, hydration, temperatur tubuh dan neuromuskuler irritability.
- Auskultasi bunyi /suara nafas
- Kaji prilaku, tingkat energi, dan tingkat kesadaran
• Review nilai pemeriksaan laboratorium : Berat jenis urine, PH serum, Analisa
Gas
Darah, Elektrolit serum, Hematokrit, BUN, Kreatinin Urine.
2.2 Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang umum terjadi pada klien dengan resiko atau
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit adalah :
• Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ansietas, gangguan mekanisme
pernafasan, abnormalitas nilai darah arteri
• Penurunan kardiak output berhubungan dengan dysritmia kardio,
ketidakseimbangan
elektrolit
• Gangguan keseimbangan volume cairan : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan
dengan diare, kehilangan cairan lambung, diaphoresis, polyuria.
• Gangguan keseimbangan cairan tubuh : berlebih bwerhubungan dengan anuria,
penurunan kardiak output, gangguan proses keseimbangan, Penumpukan cairan
di
ekstraseluler.
• Kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan kekurangan volume
cairan
• Gangguan integritas kulit berhubungan dengan dehidrasi dan atau edema
• Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan edema
2.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan yang umum dilakukan pada pasien gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit adalah :
a. Atur intake cairan dan elektrolit
b. Berikan therapi intravena (IVFD) sesuai kondisi pasien dan intruksi dokter
dengan
memperhatikan : jenis cairan, jumlah/dosis pemberian, komplikasi dari tindakan
c. Kolaborasi pemberian obat-obatan seperti :deuretik, kayexalate.
d. Provide care seperti : perawatan kulit, safe environment.
2.4 Evaluasi/Kreteria hasil :
Kreteria hasil meliputi :
• Intake dan output dalam batas keseimbangan
• Elektrolit serum dalam batas normal
• Vital sign dalam batas normal.
# Rujukan :
Barbara Kozier, Fundamental Of Nursing Concept, Process and Practice, Fifth
Edition, Addison Wsley Nursing, California, 1995
Dolores F. Saxton, Comprehensive Review Of Nursing For NCLEK-RN, Sixteenth
Edition, Mosby, St. louis, Missouri, 1999.
Sylvia Anderson Price, Alih : Peter Anugerah, Pathofisiologi Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit, Edisi kedua, EGC, Jakarta, 1995